Senin, 11 Februari 2008

BURUH

Aku masih disibukkan mengangkut kayu-kayu itu dari Tongkang bersandar di kampung BL untuk membongkar muatan. Kayu gelondongan yang dibawa dari pulau jawa lewat sungai besar yang membelah kampung. Tiba-tiba buruh- buruh lain berhamburan keluar. Tepat tengah hari. Tak lama Pak Sukidi datang menarik tanganku hingga ke alun-alun kantor depan. Bangunan bertembok putih berlantai tiga selalu terawat rapi. Hanya beberapa meter dari gudang tua tempat aku, buruh lain bekerja. Lelaki berkumis tebal, tinggi semampai menarikku kian laju tanpa sepatah kata. Seperti ada yang mau ditunjukkan padaku. Tak terdengar lagi suara deru mesin-mesin pemotong di gudang, yang terdengar hanyalah teriakan keluh kesah buruh sebulan tak digaji. Betapa tidak, saat tanganku dilepas. Aku sudah berada di himpitan penuh sesak di kerumun ribuan buruh di alun-alun itu. Tak terbayang bau keringat menguap. Seiring teriknya matahari siang hingga tercium ke dalam kantor depan. Tempat bapak-bapak berdasi, melahap rezeki. Pintu jendela tertutup rapat. Entah itu menggelar rapat atau merapatkan diri. Tampak pagar betis aparat berjaga-jaga. Tentengan senjata siap menghabisi buruh yang kepingin mati. Aku duduk di bawah beringin rindang di sela akar menjulur keluar, tarik napas buang napas. Sambil memikirkan Entah berapa liter peluh jatuh di aspal. Telihat satu dua orang roboh, kepala berdarah dipukul pentongan aparat saat berusaha menerobos masuk. Sepertinya buruh tak pernah lelah, apalagi kalah. Semakin lama demonstran itu semakin banyak. "naikkan gaji kami. Kami sudah lelah kerja." Suara buruh keluar seirama dentuman drum bekas, Tiupan teropet, seakan membakar semangat buruh untuk tetap melanjutkan demontrasi. Tak lama lelaki setengah baya. Bekaca mata, baju kemeja putih lusuh dan kumal keluar dari kantor itu. Di kawal beberapa aparat mencoba mendekati demonstran. Lalu berkata-kata "sudah puluhan tahun bertemu di sini, beranak bercucu. Sampai kita bertemu kembali disini. Bukan maksud mentelantari apalagi menyakiti. Perusahaan ini bak simalakama."semakin hari lonceng kematian industri kayu terdengar dekat. Lihat tetangga kita semuanya sudah gulung tikar. Hari ini, lusa atau nanti kita akan menyusul." "Cukup pak joko." korlap demonstran berteriak. "Apapun alasannya, kami tetap menuntut hak kami. Krisis moneter telah melanda negeri ini. Kayu-kayu ini akan di tukar ribuan dollar. Tapi tidakkah bapak merasakan. Tangan-tangan kasar kami puluhan tahun mengabdi. Keringat-keringat darah keluar demi anak cucu. Gaji kami tidak senaik harga sembako." Pak joko terdiam seribu bahasa. Di tatapnya raut wajah kusam karyawannya, kemudian kembali masuk kantor. Dengan pintu kembali tertutup rapat. Pemandangan ganjil terlihat di sana. pak Sukidi, dan bapak-bapak lain. Semuanya yang kukenal pendiam saat bekerja. Bungkam saat di sapa, terpejam saat menyapa. Kali ini lain. Suara-suara lantang menggema dari mulut mereka yang terpendam puluhan tahun.

***
Di perkampugan buruh, di tepian sungai kapuas belasan kilo meter dari kota. Aku berdiri dalam gelap. Diantara balok-balok membumbung tinggi, mesin-mesin penggilas. Dan pakaian-pakaian khas buruh di sini. Tepat tiga tahun lalu awal aku bekerja. Pak Sukidilah yang mengajakku kesana. Teman lama ayah. Sebelum ayah di PHK di perusahaan SL karena bangkrut. Lalu ayah memutuskan untuk bertani. Dan pak Sukidi melamar di perusahaan kayu. Kata orang perusahaan terbesar di pulau ini. Aku gamang memikirkan hendak kemana seusai tamat sekolah. Di saat Teman-temanku kembali melanjutkan ke Perguruan Tinggi. "Heny Handayani, baiknya kau ikut pak Sukidi untuk bekerja di sana. Besok, sebelum fajar menyingsing. Kau siapkan ijasah dan surat-surat lainnya."Suara ayah terdengar sedikit memaksa. "Kerja apa yah?" tanyaku. "Buruh.?" "Disana kau akan banyak belajar agar bisa bertahan hidup. Harus mengeluarkan keringat letihmu dulu baru mendapatkan sesuap nasi. Jangan berharap berapa banyak nasi yang kau dapat. Tapi berapa besar pengabdianmu disana. Seperti teman ayahmu ini." Jawab ayah. Pak Sukidi hanya tersenyum kecil sambil menatapku pelan. *** Pergi pagi pulang malam, pergi malam pulang pagi adalah biasa di perkampungan ini. Biasa karena tak berkata-kata. Bukan berarti tak boleh berkata melainkan termakan bunyi mesin yang selalu bersua. Kalau bercerita, sekedar menyapa biasanya jam istirahat. Merebahkan badan di atas tilam menyatu lantai. Itupun jika tersadar. Tidak pada pak sukidi dan bapak lainnya. Lebih banyak mengasingkan diri. Diam seperti memikirkan sesuatau atau terjadi sesuatu. Mereka-mereka adalah mandor di sini. Selalu tunduk kala di suruh, tegak jika menyuruh. Itu semua karena pak Joko. Semua mata menatap terkesima. Sosok itu berdiri seperti magnet yang kuat. Memukau dengan segala pesona yang dimilikinya. Tubuhnya tinggi menjulang, dan wajahnya memancrkan keangkuhan yang sempurna. Sepertinya pak Joko sangat ditakuti buruh-buruh di sini. Dan bapak-bapak yang diam tadi. Karena ia pimpinan diperusahan ini. Sedikit berkata, menyentuh di hati bila bersuara.yang lain hanya mangguk atau menundukkan kepala.
***
Hari mulai gelap. Suara-suara lantang masih menggema, terlihat raut muka beringas para demonstran. Seperti pak Sukidi "ternyata bapak-bapak di dalam sana hanya mendengarkan tapi tak berani keluar. "keluar Joko, Marahi kami yang tertindas ini, seperti waktu kau marah di dalam gudang itu." Pak Sukidi maju lalu melempar batu tepat mengena kaca di bagian atas lantai tiga. Hingga pecah berderai. Lalu diikiuti yang lain. Selang beberapa lama. Prahara itu datang. Menggulung bentang cakrawala, memudarkan bianglala, menarik fajar. Dan di kejauhan, bergerak bayang-bayang malam. Malam itu aku masih belum beranjak dari beringin itu. Tiba-tiba pak Pak sukidi duduk di sampingku sambil tersenyum sama seperti senyuman pertama kali kulihat saat ayah memujinya waktu itu. Lalu menghilang. Door, door, door. Tiga kali suara letusan senapan membuatku tersentak seketika. Kulihat seorang lelaki terperungkup bersimbah darah segar, mengental. AKu maju mendekati lalu membalikkan saat demonstran kontan mundur seketika. Aku hanya diam beribu tangisan. Kudapatkan pak Sukidi tersenyum dengan peluru di dada lalu berkata "Heny karyawanku, tolong sampaikan maaf bapak pada yang lainnya. Tak bisa lagi bapak menemani apalagi memenuhi permintaan itu. Sepertinya lonceng kematian sudah tiba, bapak dan perusahaan ini. Di kejauhan tampak bapak-bapak berdasi menggotong mayat, tertutup selimut putih. Tak lain pak Joko. Tak tahu penyebab kematiannya. Hanya terdengar desas desus "terkena serangan jantung. Di saat batu menderaikan kaca akibat lemparan pak Sukidi. Suasana malam menjadi hening, sepi. Suara-suara lantang yang menggema sedari tadi kini tinggal deru mesin-mesin bernyanyi tak bertuan. **

Baca Selengkapnya...

Pohon Cinta Dalam Hati

Sebelum pergi, kurang lebih sepuluh menit yang lalu, gadis berjilbab itu mengatakan, "Aku percaya, kamu bukan pemuda cengang. Hampir sewindu kita telah menangis bersama-sama. Itu cukup tidak perlu diperpanjang lagi. Kita sudah berusaha untuk menemukan jalan terbaik, namun siapa sangka kereta perpisahan telah menjemput kita. Percayalah kepada Tuhan. Mungkin kini tempat lebih lapang dibanding kita saat ini. Tinggal kita mau hidup terus atau berlahan mati. Mata gadis bejilbab memandangiku tak lagi selembut air, yang bisa melobangkan batu setiap tetesan, memadamkan api saat membara. Tidak ada kelembutan dalam kata-katanya. Aku merasa ucapan gadis berjilbab begitu serius, tetapi tidak mengandung tekanan. Ia berbicara seperti menceritakan tentang kegiatan sehari-hari. Begitu datar. Tetapi hatiku terkesiap mendengarnya. Aku akan naik kekereta perpisahan pagi ini juga, sebelum orang ramai kejalan-jalan. Sebelum tampak kuda-kuda berdatangan parkir membentuk jejeran panjang, sebelum bel-bel itu berbunyi mengisyaratkan waktu belajar dimulai. Aku percaya, kamu sanggup menghadapi hari depanmu tanpa aku. Aku melihat kudamu cukup tangguh menemanimu diujung jalan, dan aliran darah otakmu masih lancar untuk menuju ruangan itu, dan terutama perasaanmu yang tabah, ingat jangan pernah menangis lagi." Bibirku mendadak gemetar seperti ada ratusan kata-kata berkerumun diujung lidah. Berdesakan ingin meletup, mendorong dinding gigi, membuat rahangku keras seperti tebuat dari longam tetapi tak ada suara yang keluar dari mulutku. "Aku menulis surat untukmu, karena kukira kau takkan bangun saat subuh. Bacalah setelah matamu tak mampu memandang bayanganku. Sampai suara panggilanku tak mampu kudengar lagi." Dipeluknya tubuhku yang terkulai kaku, seolah-olah aku sendiri yang berduka dan dia berperan sebagai sang bijak yang berusaha menghiburku. "Maafkan aku selama ini tak pernah membuatmu bahagia." Tak ada kecupan dari gadis berjilbab. Tangannya mengusap pipiku, terasa halus. Aku mencium bau khas yang tak terhapus dalam sewindu. Dan kini gadis berjilbab melangkah dibelakangku sambil mengeluarkan sepucuk surat lalu berlalu. Seperti memberikan isyarat bahwa disana akan menjadi akhir dari perjalanannya. Begitu sadar gadis berjilbab telah semakin jauh, hanya kulihat tas merah yang diselempangkan dipinggang. Dan segerumbul pohon yang miring diujung pandangan siap mengaburkannya. "Aku berdebar membuka lipatan surat itu seakan akan hendak membaca testamen. Teryata hanya beberapa baris kalimat yang mudah dihapal setelah membaca dua kali". "Cinta bagaikan pohon dalam hati, akarnya kepatuhan padanya, batangnya; ma'rifah padanya, cabangnya; rasa takut padanya; daunnya; rasa malu padanya, Buahnya; ketaatan padanya dan pupuknya; dzikir padanya. Jodoh, rezeki udah ditentukan padanya, sampai ayank dipertemukan dengan yang lain, asalkan niat yang baik akan dapat yang baik pula. Sementara ayank bukanlah yang terbaik buat abang." Kini aku berjalan lunglai kembali ke kelas yang kini terasa tak memiliki siapa-siapa lagi. Terasa hidup sendiri dibawah langit yang selalu mendung. Kata sementara itu mulai tak terbatas. Terutama bagiku yang kini telah kehilanganmu. Satu-satunya tumpuan harapan telah meninggalkanku. Pergi begitu saja. Hanya meninggalkan kata-kata yang justru membuatku semakin terpuruk. Memang sekarang bukan lagi saatnya untuk menangis. Selain belajar, sesekali kuhabiskan waktuku untuk menanyakan kabar dari timur, barat, selatan dan utara. Dari seluruh penjuru mata angin. Adakah yang melihat gadis berjilbab? Adakah yang sempat bersimpangan jalan dengan ayank? Atau sekedar melihat tas warna merah yang terakhir dikenakannya, sebelum meninggalkanku. "Gadis berjibab, mungkinkah kita akan bertemu lagi." Namun aku tidak lagi bersama gadis berjilbab. Dia sudah pergi dan kini mungkin telah menemukan pohon cinta dalam hati." Dilamar orang dinegeri seberang."

***
Saat mentari menampakkan sinarnya, ketika pertama kali ku memandang gadis berjilbab. Seperti biasa sebelum menginjakkan langkah kaki di kampus. Kuparkir kuda tuaku yang setahun lebih tua dariku disuatu surau, ukuran sepuluh kali sepuluh, terletak memunggungi kelas kearah selatan tempat biasa aku mangkal memutar otak. Sebetulnya kudaku sekilas memandang masih terlihat gagah saat di pacu, hanya saja dikerumuni kuda-kuda muda, polesan segala warna yang tampak memikat yang sedari tadi mengelilinginya, berjejer memanjang. Tak lama kaki melangkah terdengar alunan suara, nada-nada berirama, diselingi konsonan mengiang ditelingaku, terlihat para gadis berjilbab membentuk lingkaran secara bergantian melantunkan ayat-ayat suci dengan nada datar. Gadis-gadis berjilbab itu terlihat santri penuh kedamaian tak menghiraukan lalu lalang. Itulah alasan mengapa kudaku kuparkir ke tempat itu. Nada-nada itu seperti menyisakan decak kagum, menenangkan hati sebelum otakku terkuras. Sungguh sebuah ritual kulakukan di kala mentari. Saat sang surya berada diatas kepala, kududuk sendiri disebuah kursi memanjang dimuka pintu saat yang lain meninggalkan. "Menunggu Ya?" aku disini sedang menunggu, hidup itu menunggu untuk menempuh sebuah perjalanan yang jauh yang kita tak tahu ujungnya, kemudian berlalu. Kita juga akan kesana walau kita sekarang sedang menunggu. Kereta kehidupan membawa aku ketempat yang tak aku ketahui, aku hanya menjalaninya dan menunggu. Bayangan sang surya tak terlihat, muncul bayangan depan mukaku berjalan dengan segerombolan wanita berkerudung menyelusuri lorong setapak yang dihimpit sekat-sekat ruang yang penuh sesak kaum intelek. Sungguh pemandangan yang tampak asri di siang bolong. Mataku tertuju selayang elang pada gadis berjilbab paling depan. Terlihat tampak cerah dengan tas warna merah yang diselempangkan dipinggulnya. Wajah berseri, kepala terteduh jilbab putih diatas sinarnya. Berjalan penuh arti dikeramaian kampus, terlihat senyum dan lesung pipit saat disapa, kepala tertunduk tiap arjuna memandangnya. "Ah, bukankah itu gadis di surau kulihat dikala pagi", teriak dalam hati!. Parasmu sungguh menawan hati, tak kulihat garis-garis keriput diwajahmu, yang kulihat hanyalah sisa-sisa pancaran mentari pagi. Mungkin selama ini ku hanya melihatnya disela-sela nirwana, gejolak jiwa seakan membara saat utuh tubuhmu melintasiku. Waktu dzuhur itu tak kan kulewatkan, firasatku mengatakan gadis berjilbab itu akan melintasi jalan yang sama saat pertama mata memandang. Selang lama, kepalaku tertunduk memandang bayangan itu muncul tepat dikakiku, Aku mencium bau khas yang tak terhapus dalam sewindu. Hatiku bunga pikiranku hampa saat gadis berjilbab itu melintas didepanku, namun pemandangan itu tak seperti yang kulihat tadi, sendiri dengan penuh arti. "Inikah kesepatan taaruf bagiku" Dengan nada sedikit rendah, kusapa gadis bejilbab dengan ucapan salam, tiba-tiba langkah kakinya terhenti "Wassalam" dengan senyum termanis ditatapan mataku lalu berlalu. Berlalu sampai bayangan itu tak kutemui lagi bayangan gadis berjilbab. Mungkin tikungan atau atau sekat-sekat ruang, telah menyembunyikan arah langkahnya. "Ternyata ia menyambutku, girang dalam hati" kalimat itu terdengar acapkali seakan bulan purnama muncul kembali."Ya setelah lama tidur satu decade." Sudah saatnya hati ini kubuka selebar-lebarnya. Setelah luka lama itu sedikit menyisakan memoriku. Kini saatnya kumemuja rahasia.
***
Akan tetapi lihatlah hari ini diambang waktu dhuha: ternyata akhirnya aku menangis. Dadaku terasa mau meledak oleh himpitan kesepian. Ketika gadis berjilbab meninggalkan surau, dihiasi sederetan kuda tampak memanjang. Hanya kulihat tas berwarna merah yang selalu dibawanya, jilbab putih mengandung aroma parfum yang khas. Ternyata aku salah. "Gadis berjilbab itu bukanlah matahari yang selama ini kukejar." Melainkan sebuah pelangi yang memberikan segala warnanya yang indah, tapi hanya sejenak." Sungguh sebuah anugerah yang tak pernah ku dapat. Pohon cintamu yang kau berikan akan kurawat hingga suatu hari berbuah dan bersemai sepanjang masa. "Maafkan aku juga"

Baca Selengkapnya...

Jumat, 01 Februari 2008

Dishut Harus Jadi Garda Terdepan Ilegal Logging

Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Pontianak

Keberhasilan Polri dalam menangkap kasus ilegal logging beberapa waktu lalu seperti di Sintang dan Batu Ampar, tak satu pun cukong di balik pembalakan yang ditangkap. Sementara yang menjadi TSK hanyalah masyarakat sekitar diduga mencari penghasilan sebagai penebang kayu.
Di sisi lain, Dinas Kehutanan selalu menjadi pahlawan kesiangan. Sementara itu, di era otonomi daerah, banyaknya peraturan- peraturan yang bermunculan berkenaan dengan ilegal logging, baik di pemerintah provinsi, maupun kabupaten, sehingga yang muncul situasi tidak koheren dan masing-masing terjadi interpretasi.
Kapolresta Sintang AKBP Budi Yuwono saat berkunjung ke Mapolda Kalbar, Jumat (25/1) lalu, mengatakan Polisi menetapkan 30 tersangka pemilik kayu sekitar 2.000 log dan 150 kayu olahan di Sungai Kapuas, Sintang. Kayu-kayu tersebut berasal dari Ambalau, Kapuas Hulu. Barang bukti ditambatkan di dekat logpon PT Alas Kusuma.
Ke 30 tersangka semuanya berasal dari masyarakat setempat yang ingin meraup keuntungan dari penjualan kayu, sementara nama cukong belum diselidiki.

Seperti keterangan Kasat OPS III, AKBP Firman Nainggolan saat di wawancarai di ruang kerjanya, Rabu (30/1) lalu mengatakan, empat orang menjadi tersangka, DR, UJ, MUL, Gan, di TKP Kawasan Gunung, Kecamatan Teluk Air, Desa Batu Ampar dengan barang bukti dua unit chainsaw, sekitar 313 batang kayu jenis kruing dan meranti, satu buah motor air.
Firman melanjutkan, dari pengakuan tersangka, kayu diperoleh dari hasil penebangan kemudian kayu dijual di Sawmill CV RIA dan Sawmill Rasau Jaya, di tanya apakah ada penahanan Sawmill tempat penampungan kayu tadi, ia menjawab belum ada dan masih tahap penyelidikan.
Melihat cerita di atas, Dewan Kehutanan Nasional berkantor di Jakarta, Agus Setyarso, sengaja datang ke Pontianak menghadiri acara seminar bersama aktivis lingkungan di Hotel Peony, Selasa (29/) lalu mengatakan, seharusnya yang menjadi garda terdepan penanggulangan Ilegal Logging adalah Dinas Kehutanan. Sebab mereka paham betul peraturan kehutanan. Sementara aparat penegakan hukum yang lain, TNI dan Polri hanya mem-back up jika Dishut tidak mampu bekerja sendiri.

Agus mengatakan, dilihat dari kapasitas penegakan aturan kehutanan, Dinas Kehutanan tidak semuanya menguasai dan memahami semua aturan. Ketika terjadi situasi kekacauan penegakan aturan ilegal logging kian subur. Dishut sendiri sulit membedakan karena berbagi persepsi. Apakah itu kayu rakyat, atau dokumen sedang diproses. Sehingga jarang sekali ilegal logging sampai ke pengadilan. Dari interpretasi berbeda- beda, pelaku ilegal logging tidak ada jera-jeranya. Hukum bisa dimainkan, bisa bermain di pasal atau ayat. Ia mencontohkan usaha yang legal tidak bisa berkompetisi, selalu ada pasal yang di tuduhkan, sebaliknya, yang ilegal ada pasal yang membenarkan, ungkapnya.
Masih kata Agus, ada beberapa komponen dilakukan pemerintah dalam aturan kehutanan untuk dijadikan sasaran pengurangan kasus ilegal loging, yaitu akuntabilitas dan transparansi berkaitan dengan kapasitas manajemen termasuk personil.
Agus melihat berbagai kajian yang dilakukannya, transparansi pemerintah daerah dan kabupaten perlu di tingkatkan. Pemkab banyak yang tidak memiliki akses informasi dan kurang terbiasanya Pemkab memberikan informasi pada publik.
Di lihat ke dalam, Dishut perlu meningkatkan kapasitas manajemen profesional. Sekarang ini dishut lebih banyak mengurusi pelayanan perizinan, sehingga tidak banyak kapasitas untuk pengembangan pemberdayaan masyarakat, perencanaan kehutanan daerah seperti informasi areal, kondisi hutan dan sebagainya.

Selain itu juga peran PPNS di nilai penting, Agus mengatakan sekarang ini ada dua persoalan yang di hadapi PPNS sendiri, jumlah personel dan kualitas kurang, dan PPNS sendiri jarang dimanfaatkan, yang ada hanyalah selalu di beri tugas perkantoran struktur bukan fungsional. Lanjutnya, tak heran banyak kasus ilegal logging tidak sampai di pengadilan karena pembuatan berita acara jelek atau sengaja dijelakkan, tuturnya.

Untuk itu, DKN sendiri sekarang sedang menata kembali aturan- aturan, sehingga stabilitas menjadi lebih sederhana tetapi lebih tegas, jelas, tidak ada diskriminasi dalam aturan penegakan hukum.
Dalam waktu dekat DKN akan berkerja sama dengan Menkopolhukam untuk membentuk tim monitoring dan evaluasi dari Inpres 04 dan 05 penanggulangan Ilegal Logging, mempunyai kewenangan penanggulangan ilegal loging di daerah-daerah, mengevaluasi salah satu instrumen terutam menkpolhukam dalam memperbaiki aparat penegakan hukum, kata Agus.


DKN Bentuk KPH
DKN akan membentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di semua kawasan hutan di Indonesia, baik KPH konservasi, produksi, maupun hutan lindung. Sementara yang sudah terbentuk KPH, Sulawesi Tenggara dan Jawa Tengah, sementara kalbar sendiri masih dalam proses di Sintang, karena yang bentuk KPH adalah pemerintah setempat, kata Agus.
Lanjut Agus, yang menjadi kepala KPH sendiri berasal dari rimbawan yang profesional memiliki sertifikasi lembaga sertifikasi profesi seperti yang diamanatkan Peraturan Pemerintah No 7.

Jadi ke depannya apa saja yang terjadi di kawasan hutan menjadi tanggungjawab KPH. Sementara tugas dari KPH sendiri, mengelola hutan rakyat, hutan lindung yang melibatkan peran masyarakat sekitar dalam penyusunan dan rencana program pelaksanaan.
Lanjutnya, KPH sendiri bekerja sama dengan lembaga di bidang sertifikasi kayu, sehingga kayu nantinya dihasilkan dari hutan rakyat bisa di jual ke seluruh dunia dengan harga tinggi.
Saat ini sejumlah hutan rakyat sudah di sertifikasi di Sulteng dan Jateng, dan rakyat memperoleh penghasilan paling kurang lima kali lipat dari penghasilan sebelumnya. “Tanpa disuruh pun rakyat akan tanam pohon, karena hasilnya jelas,” kata Agus.□

Baca Selengkapnya...

Senin, 28 Januari 2008

79 Buruh PT BPK Demo

Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Pontianak

79 warga di Kantor Fase Satu, PT Bumi Pratama Khatulistiwa, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya melakukan unjuk rasa. Mereka meminta uang pesangon sebesar Rp 10 juta, sebelum mengakhiri masa kerja alias PHK, Senin (21/1) kemarin.

Yel-yel meminta pesangon terus meruak dari para buruh. Nada-nada kesal meluncur satu per satu seperti melambungnya kebutuhan pokok yang ibarat besar pasak daripada tiang. Mereka menilai pendapatan yang dimilikinya tak sepadan dengan pengeluaran. Belum lagi kebutuhan anak sekolah dan kebutuhan sehari-hari.

(15/1) lalu perwakilan karyawan mengajukan proposal. Isinya meminta kenaikan buah tonase dari 32.000 per ton menjadi batas kewajaran. Pengajuan proposal tersebut berdasarkan musyawarah karyawan sendiri.

Pihak perusahaan (21/1) memberikan keputusan. Keputusan itu dinilai karyawan terlalu lama. Sebab selama tiga hari (16, 17, 18) karyawan sudah memutuskan mogok kerja, sebelum permintaan terpenuhi. Kemudian keesokannya manajemen perusahaan langsung memutuskan mem-PHK-kan pekerja yang melakukan mogok tanpa ada surat peringatan terlebih dahulu, seperti yang diatur dalam perundang-undangan.

Paulis Edek, koordinator lapangan mengatakan, berdasarkan UU No 13 tahun 2003 Pemutusan Hubungan Kerja Pasal 150 menyebutkan, (1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. (2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(3) dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak
menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan
pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.

Paulis menjelaskan, menanggapi keputusan pihak manajemen yang mem PHK ia dan rekan lainnya merasa tak gentar, asalkan manajemen BPK sanggup memberikan pesangon sebesar sepuluh juta kepada masing – masing karyawan.
“Sekarang ini kami tidak mau lagi berkompromi, karena kami menganggap perusahaan sudah menyalahi aturan, pemecatan karyawan tanpa sebab dan alasan yang jelas. Sebelum tuntutan kami terpenuhi, kami tetap melakukan aksi,” kata Paulis, salah satu karyawan dengan masa kerja empat tahun dengan suara lantang.

Di tempat yang sama, Kabid Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga kerja, Depnakertrans Kabupaten Pontianak, Sabar Hati Duha menjelaskan untuk pesangon masa kerja kurang dari satu tahun mendapatkan 1 bulan upah, dua tahun masa kerja dengan dua bulan upah, tiga tahun dengan 3 bulan upah, dan seterusnya.
Ia menambahkan, sementara itu juga mendapat penghargaan, karyawan dengan masa kerja 1 dan 2 tahun tidak mendapatkan penghargaan, dari 3 dan 6 tahun dapat penghargaan upah dua bulan, 6 dan 9 tahun 3 bulan upah, 9 dan 12, mendapatkan empat bulan upah, 12 dan 15 tahun masa kerja dengan 5 bulan upah, dan seterusnya.
Pesangon penghargaan dimaksud, akan diberikan uang transportasi sesuai jarak daerah asal tempat karyawan berdomisili.
Untuk UMP sendiri yang baru ditetapkan pemerintah tahun 2008 sebesar Rp 650.000 berlaku karyawan massa kerja kurang dari satu tahun, sementara lebih dari itu sesuai kesepakatan dan musyawarah antarkaryawan dan manajemen perusahaan.

Karyawan harus mematuhi perundang - undangan yang berlaku, yaitu UU No 2 Tahun 2004 dan UU No 13 tahun 2003, pokok- pokok tenaga kerja. Lanjutnya untuk sementara tidak ada hasil dan mengalami tripartit. Pihak pemerintah bersikap nentral, dan mendukung kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah dengan cara musyawarah.
Sabar menghimbau, hargailah UU berlaku, tetapi yang terpenting jangan sampai ada kata PHK, karena jaman sekarang ini sangat sulit mendapatkan kerja, katanya.

BPK Abaikan Kesejahteraan Pekerja

UU No13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, bab Hubungan Industrial Pasal 102 , ayat 3 mengatakan, dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.

Intisari di atas sangat bertolak belakang. Saharan (35) misalnya, karyawan yang mengabdikan diri di perusahaan selama empat tahun mengatakan, tidak ada perhatian serius dari perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan, ini bisa dilihat, minimnya sarana yang dibangun, seperti tempat ibadah, sekian puluh tahun perusahaan ini didirikan, hanya satu tempat ibadah, itu pun berukuran kecil, dan kayunya sudah pada lapuk, tak sebanding dengan jumlah karyawan mencapai ribuan.

Ia menambahkan, di tinjau dari segi kesehatan, sama sekali minim, ia mencontohkan lengan tangan sebelah kanan sekarang ini terdapat benjolan, berawal saat menjolok tandan buah segar menggunakan tombak. Buah tadi jatuh menimpa tangannya, akibatnya duri buah masuk ke kulit tangannya. Lalu ia berobat ke rumah sakit Yarsi. Duri berhasil dianggkat, selang beberapa lama membekas, berbentuk benjolan, setelah diperiksa ke rumah sakit, kata dokter tumor.
“Sampai sekarang pun tak ada perhatian dari perusahaan untuk mengobati benjolan di tangannya. Di sini hanya ada mantri,” katanya. Tetapi hanya setiap hari Rabu, selebihnya tidak ada. Mantri sendiri selalu bersikap diskriminatif, jika ada karyawan yang meminta obat seperti demam, dan flu ia selalu marah – marah, tetapi jika ada staf BPK yang meminta langsung dikasih. “Sungguh ironis,” katanya.
Saharan menambahkan, aksi ini bukanlah yang pertama kali digelar, empat tahun sebelumnya sudah dilakukan setiap tahunnya secara berurutan, isinya tak lain agar perusahaan menaikkan harga tandan buah segar.
Selama ini kebutuhan karyawan permanen BPK merasakan serba kekurangan, beban biaya sekolah anak dan semakin melambungnya bahan pokok. Tidak ada pilihan lain, meminta kenaikan harga di atas UMP, apalagi massa kerjanya lebih dari satu tahun.
Seandainya keputusan akhir nanti hanya ada kata PHK, ia tak mempersoalkan, asalkan pesangon sepuluh juta dikabulkan, tinggal nantinya mau diapakan, “Kita lihat saja nanti.” ■

Baca Selengkapnya...

BPK Bagikan Pesangon PHK 54 Buruh

Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Pontianak

Akhirnya proses tripartit antara buruh, PT Bumi Pratama Khatulistiwa (BPK) dan Disnakertrans menuai hasil. Dalam keputusannya, sebanyak 54 buruh sepakat menandatangani surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan besaran pesangon yang didapat berdasarkan undang-undangan perburuhan, UU Nomor 13 Tahun 2003. Kesepakatan berlangsung di kantor BPK, Fase Satu, Kamis (24/1).

Penandatanganan tersebut disaksikan langsung PGA Manager BPK Petrus Silaban dan Kabid Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga Kerja, Sabar Hati Duha.

Sabar mengatakan, besaran pesangon dihitung gaji tertinggi tiga bulan terakhir, kemudian dirata-rata dan dikalikan dua, plus ditambah masa kerja. Berdasarkan Undang–undang, sebagian buruh mendapatkan pesangon melebihi Rp 10 juta. Berbeda dari aksi mogok kerja buruh beberapa waktu lalu, yang meminta pukul rata Rp 10 juta. “Ini solusi terbaik dari hasil tripartit beberapa hari lalu, dan mereka menyambut baik,” kata Sabar.

Petrus menimpali, sejak awal pihak perusahaan tidak menghendaki adanya PHK. Namun, dari pihak buruh sendiri yang menghendaki. “Kita tidak bisa memaksa. Dari yang semula 79 buruh meminta PHK, yang tertinggal hanya 54 saja. Sisanya masih kembali bekerja. Mengenai tuntutan buruh sebelumnya yang meminta kenaikan harga, akan ditindaklanjuti. Untuk sementara, perusahaan masih menyelesaikan admisnistrasi buruh yang meminta PHK.

PembagianPesangon Sarat Kepentingan
Ketua Persatuan Buruh Kalbar, Puryadi mengatakan, sebanyak 54 buruh berinisiatif meminta PHK. Ia menilai sarat kepentingan dan sebuah skenario yang dibuat manajemen perusahaan. Apalagi dengan terlibatnya polisi dan TNI dalam penuntasan masalah administrasi an pembayaran kepada para buruh.

Menurutnya, ini bisa dilihat dari pembagian pesangon. Pihak buruh tidak mempunyai pegangan risalah yang ditandatangani pihak yang menandatangani. Diantaranya tripartit tadi.

Aksi mogok kerja beberapa waktu lalu, menuntut pesangon dengan jumlah pukul rata, Rp 10 juta per buruh. Hal itu sudah disepakati bersama sesama buruh. Kemudian berujung keputusan pembagian pesangon berdasarkan UU Perburuhan.

Menurut Puryadi, itu sesuatu yang lumrah tejadi. Dan itu sering terjadi di perusahaan lain, ketika ada dwipartit. Ia menilai, peran mediasi yang lebih berpihak pada perusahaan, katanya.

“Ini bisa dilihat pembagian pesangon. Pihak buruh tidak mempunyai pegangan risalah pihak yang menandatangani, diantaranya tripartit tadi,” kata Puryadi.

Seperti yang dialami Surami, buruh yang mengabdikan diri selama tiga tahun empat bulan. Ia merasa tidak puas hasil besaran pesangon yang didapat. Malam sebelumnya, ia bersama asisten lapangan BPK, disaksikan beberapa staf memperlihatkan tanda terima pesangonnya. Di kertas itu tercantum sebesar Rp 16 juta. Tetapi keesokan harinya, nominalnya berubah menjadi Rp 7 juta. Saat dikonfirmasi, pihak manajemen mengatakan, ada kesalahan komputer dalam mendata.

“Saya ini hanya orang kecil, jika alasannya kesalahan komputer, saya tidak bisa menerima alasan itu. Seperti teman saya yang masa kerjanya di bawah saya, pesangonnya lebih besar dari saya,” tuturnya.

Di tempat terpisah, pengamat Psikologi Hukum dan Tata Pemerintahan Daerah, Turiman Fachturahman mengungkapkan, Depnakertrans kapasitasnya sebagai mediasi tripartit, antara karyawan maupun perusahaan. Depnakertran seharusnya memberikan banyak alternatif keputusan yang diambil pada kedua belah pihak, agar bisa memilih mana yang terbaik.

Ia mencontohkan seperti beberapa hotel dan perusahaan lainnya yang memberikan banyak solusi. Sebaliknya, Depnakertrans jangan sampai hanya memberikan satu solusi, sehingga nantinya terkesan mementingkan satu pihak saja.

Di tempat terpisah, pihak mediasi, Deni Marpaung mengatakan, dari informasi yang di dapat sekarang ini, pihak perusahaan menyepakati pembayaran pesangon sesuai dengan Undang-Undangan Perburuhan yang diserahkan ke Depnakertrans Kabupaten Pontianak.

Dari tuntutan Rp 10 juta dengan pukul rata secara hukum tidak bisa. Karena ada beberapa karyawan masa kerjanya belum sampai setahun. Di samping itu, akan merugikan buruh itu sendiri. Sesuai UU No 13 Tahun 2003, dalam pembagian pesangon sesuai dengan masa kerja, belum lagi ditambah uang penghargaan, jika ditotalkan bisa lebih Rp 10 juta.

Ia juga mengimbau kepada buruh, agar memikirkan masak-masak keputusan yang di ambil. Jika dilihat secara seksama, kenaikan harga tandan buah bisa dimusyawarahkan lagi, untuk mencapai kata sepakat.
Akibat pemogokan ini, perusahaan sekarang mengalami kerugian lima belas persen perhari dari hasil poduksi. Terakhir, ia juga menghimbau kepada Depnakertrans, jangan arogan mengatasi perburuhan. “Depnakertrans fungsinya memediasi dan bukan pengambil keputusan,” kata Deni.□

Baca Selengkapnya...

Minggu, 27 Januari 2008

Kaledoskop Kalbar, Antara Kabur dan Gelap

Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Pontianak

Di sebuah Kedai Beringin, Jalan A. Yani, sejumlah ketua dan pengurus Lembaga Kajian Strategi dan Advokasi Umat dan sejumlah wartawan, Ruai TV, TVRI, RRI, Borneo Tribune, Equator dan Berkat sedang asyik berbincang di meja segi empat memanjang beruangan AC,
Dari perbincangan itu, merefleksikan peristiwa dan isu yang terjadi sepanjang tahun 2007 dan prediksi memasuki tahun 2008, Minggu (30/12) sekitar pukul 10.00.
Intisari kaledoskop ini, kelemahan utama Kalbar adalah penegakan hukum. Instansi penegakan hukum di tingkat lokal dinilai masih sulit menghalangi beberapa kelemahan menahun. Kekurangan sarana dan prasarana, diskriminasi dalam proses hukum dan rentan terhadap suap maupun tekanan politik.
Kemampuan aktor pendorong (NGO-Koalisi NGO) untuk kelancaran tekanan selepas tahap di kejaksaan dan pengadilan negeri , aktor pendorong hanya bisa berharap pada jaringan kerja yang mereka miliki di tingkat provinsi atau pusat.
Situasi ini berdampak pada keluaran proses hukum yang dinilai tidak adil, sanksi yang lemah dan eksekusi yang sangat sulit untuk dijalankan.
Rousdy Said, SH, MH, sebagai ketua lembaga menyebutkan sepanjang tahun 2007 berbagai drama penegakan hukum khususnya kasus- kasus korupsi di era otonomi daerah di mana kepala daerah bagaikan raja- raja tak bersentuh oleh hukum akibat perbuatannya yang memakan uang rakyat di balik kekuasaannya, sampai lembaga auditor keuangan seperti BPK-RI, kejaksaan tinggi, dan kejaksaan negeri serta polisi pun dibuat tak berdaya menghadapi keangkuhan para koruptor.

Lanjut Rousdy, penyelesaian kasus yang berbau korupsi sepertinya buntu mengungkapkan aktor intelektual di baliknya. “Sampai–sampai Kapolda Kalbar beragumentasi bahwa laporan baru sekedar dugaan, padahal setiap kasus yang mau diberantas berawal dari dugaan, baru diproses kemudian menimbulkan seorang menjadi tersangka.”

Ia mencontohkan, dari 13 kasus yang masuk ke KPK hanya satu yang sudah masuk pemeriksaan. Ia menambahkan, seperti kasus pembalakan hutan di taman nasional, Buntia yang saat ini bisa menghirup udara segar sementara bawahannya mendekam di ruang tahanan.

Sementara di sektor sosial budaya dan ekonomi sepanjang tahun 2007 menunjukkan kemajuan pesat, hanya di bidang sosial , seperti penyakit masyarakat ( judi, narkoba, tindak pidana kejahatan secara kualitas semakin maju). Hal ini menjadi tantangan berat bagi aparat Polda Kalbar ke depan untuk menekan angka kualitasnya dengan lebih pro-aktif dan tidak lagi bersikap menunggu.

Di akhir tahun 2007 ini kata Rousdy, kita sebagai rakyat yang punya uang di makan dengan rakus oleh koruptor dengan keluarganya, belum bisa berbuat banyak. Penegakan hukum sepanjang tahun ini masih tersamar, kabur, redup di ruang gelap politik kepentingan pejabat dan penegak hukum.

Ditinjau dari aspek sosial keagamaan, Rousdy mengatakan ada tiga peristiwa penting sepanjang tahun 2007, seperti kontroversi pendirian rumah ibadah, restriksi terhadap sebagian umat beragama untuk mempraktekkan ajaran agamanya dan munculnya aliran- aliran sesat dan meyesatkan, kata Sekjen FUI yang juga Direktur STAIN Drs Moh. Haitami Salim , M.Ag.

Harapan tahun 2008 mendatang katanya, masyarakat harus banyak belajar dari pengalaman tahun 2007 agar kehidupan sosial keagamaan pada tahun mendatang akan jauh lebih baik. Bagaimanapun juga stabilitas dalam kehidupan sosial keagamaan merupakan salah satu pilar dari proses pembangunan daerah.
“Semakin kondusif kehidupan sosial keagamaan, maka proses pembangunan daerah akan semakin dinamis dan berkembang,” kata Haitami. □

Baca Selengkapnya...

Abang-Chairil Pimpin MABM

Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Pontianak

Hasil musyawarah 13 anggota mid premature sepakat memilih H Abang Imien Taha sebagai Ketua Umum MABM Kalbar dan Dr H Chairil Effendi sebagai Ketua Harian, Minggu (30/12) dalam Mubes MABM di Rumah Melayu.
Abang dalam Pelantikan Kepengurusan MABM masa bhakti 2007-2012 mengatakan tetap berkomitmen MABM tidak akan masuk dalam ranah politik. “Tidak bisa dipungkiri di dalam kepengurusan MABM sendiri terdapat orang-orang yang aktif berpolitik. Untuk itu tidak diperkenankan membawa nama MABM, kendati anggota bebas berpolitik ke dalam ranah politik.”
Kata Abang, mendapat amanah terpilih kembali menjadi ketua umum bukan suatu pekerjaan baru. “Visi dan misi kita tetap membangun masyarakat melayu yang bermartabat dalam tamadun melayu.”
Ditanya permasalahan terberat dalam MABM sepanjang lima tahun lalu, Abang mengakui seringnya ketidakhadiran anggota di tingkat kota maupun daerah dalam fungsi keorganisasian. Ia mencontohan saat ini pengurus tampak bersemangat, nanti dalam kurun waktu agak lama perlahan-lahan luntur.
“Ini juga salah satu penyakit di berbagai organisasi. Tepeting bagi saya, organisasi tetap jalan.”
Sementara itu Chairil Effendi yang juga Rektor Untan mengatakan posisinya sebagai ketua harian saat ini karena diminta oleh peserta Mubes. “Berbeda dari sistem kepengurusan sebelumnya. Permintaan ini dimaksudkan untuk mendinamisasi roda organisasi agar lebih kencang lagi.”
Kata Chairil yang alumni UGM ini, mengenai kajian- kajian terhadap aset budaya melayu masih belum banyak dilakukan, begitu juga tantangan- tantangan ke depan semakin berat. Untuk mengatasi itu dibikinlah suatu perubahan dalam AD-RT, yaitu adanya ketua harian.”
Chairil mengatakan garis oranisasi sudah jelas sehingga tak akan terjadi dualisme. “Kebijakan- kebijakan umum akan digariskan ketua umum dan pengurus harian yang akan lebih menjabarkannya di dalam tindakan riil di lapangan.”
Menurut Chairil, untuk ke depannya, MABM akan merangkul sebanyak- banyaknya kalangan komunitas melayu untuk terlibat langsung. Itu ditunjukkan oleh dewan penasihat dan dewan pemangku adat.
Chairil mencontohkan, yang sebelumnya para raja kesultanan tidak masuk dalam organisasi MABM, kali ini akan diperjuangkan semuanya, termasuk para bupati- dan wakil bupati dari kalangan melayu, tujuannya agar memilih peran yang besar dalam usaha untuk meningkatkan harkat dan martabat marwah melayu pada khususnya dan Kalbar pada umumnya. □

Baca Selengkapnya...