Jumat, 01 Februari 2008

Dishut Harus Jadi Garda Terdepan Ilegal Logging

Agus Wahyuni
Borneo Tribune, Pontianak

Keberhasilan Polri dalam menangkap kasus ilegal logging beberapa waktu lalu seperti di Sintang dan Batu Ampar, tak satu pun cukong di balik pembalakan yang ditangkap. Sementara yang menjadi TSK hanyalah masyarakat sekitar diduga mencari penghasilan sebagai penebang kayu.
Di sisi lain, Dinas Kehutanan selalu menjadi pahlawan kesiangan. Sementara itu, di era otonomi daerah, banyaknya peraturan- peraturan yang bermunculan berkenaan dengan ilegal logging, baik di pemerintah provinsi, maupun kabupaten, sehingga yang muncul situasi tidak koheren dan masing-masing terjadi interpretasi.
Kapolresta Sintang AKBP Budi Yuwono saat berkunjung ke Mapolda Kalbar, Jumat (25/1) lalu, mengatakan Polisi menetapkan 30 tersangka pemilik kayu sekitar 2.000 log dan 150 kayu olahan di Sungai Kapuas, Sintang. Kayu-kayu tersebut berasal dari Ambalau, Kapuas Hulu. Barang bukti ditambatkan di dekat logpon PT Alas Kusuma.
Ke 30 tersangka semuanya berasal dari masyarakat setempat yang ingin meraup keuntungan dari penjualan kayu, sementara nama cukong belum diselidiki.

Seperti keterangan Kasat OPS III, AKBP Firman Nainggolan saat di wawancarai di ruang kerjanya, Rabu (30/1) lalu mengatakan, empat orang menjadi tersangka, DR, UJ, MUL, Gan, di TKP Kawasan Gunung, Kecamatan Teluk Air, Desa Batu Ampar dengan barang bukti dua unit chainsaw, sekitar 313 batang kayu jenis kruing dan meranti, satu buah motor air.
Firman melanjutkan, dari pengakuan tersangka, kayu diperoleh dari hasil penebangan kemudian kayu dijual di Sawmill CV RIA dan Sawmill Rasau Jaya, di tanya apakah ada penahanan Sawmill tempat penampungan kayu tadi, ia menjawab belum ada dan masih tahap penyelidikan.
Melihat cerita di atas, Dewan Kehutanan Nasional berkantor di Jakarta, Agus Setyarso, sengaja datang ke Pontianak menghadiri acara seminar bersama aktivis lingkungan di Hotel Peony, Selasa (29/) lalu mengatakan, seharusnya yang menjadi garda terdepan penanggulangan Ilegal Logging adalah Dinas Kehutanan. Sebab mereka paham betul peraturan kehutanan. Sementara aparat penegakan hukum yang lain, TNI dan Polri hanya mem-back up jika Dishut tidak mampu bekerja sendiri.

Agus mengatakan, dilihat dari kapasitas penegakan aturan kehutanan, Dinas Kehutanan tidak semuanya menguasai dan memahami semua aturan. Ketika terjadi situasi kekacauan penegakan aturan ilegal logging kian subur. Dishut sendiri sulit membedakan karena berbagi persepsi. Apakah itu kayu rakyat, atau dokumen sedang diproses. Sehingga jarang sekali ilegal logging sampai ke pengadilan. Dari interpretasi berbeda- beda, pelaku ilegal logging tidak ada jera-jeranya. Hukum bisa dimainkan, bisa bermain di pasal atau ayat. Ia mencontohkan usaha yang legal tidak bisa berkompetisi, selalu ada pasal yang di tuduhkan, sebaliknya, yang ilegal ada pasal yang membenarkan, ungkapnya.
Masih kata Agus, ada beberapa komponen dilakukan pemerintah dalam aturan kehutanan untuk dijadikan sasaran pengurangan kasus ilegal loging, yaitu akuntabilitas dan transparansi berkaitan dengan kapasitas manajemen termasuk personil.
Agus melihat berbagai kajian yang dilakukannya, transparansi pemerintah daerah dan kabupaten perlu di tingkatkan. Pemkab banyak yang tidak memiliki akses informasi dan kurang terbiasanya Pemkab memberikan informasi pada publik.
Di lihat ke dalam, Dishut perlu meningkatkan kapasitas manajemen profesional. Sekarang ini dishut lebih banyak mengurusi pelayanan perizinan, sehingga tidak banyak kapasitas untuk pengembangan pemberdayaan masyarakat, perencanaan kehutanan daerah seperti informasi areal, kondisi hutan dan sebagainya.

Selain itu juga peran PPNS di nilai penting, Agus mengatakan sekarang ini ada dua persoalan yang di hadapi PPNS sendiri, jumlah personel dan kualitas kurang, dan PPNS sendiri jarang dimanfaatkan, yang ada hanyalah selalu di beri tugas perkantoran struktur bukan fungsional. Lanjutnya, tak heran banyak kasus ilegal logging tidak sampai di pengadilan karena pembuatan berita acara jelek atau sengaja dijelakkan, tuturnya.

Untuk itu, DKN sendiri sekarang sedang menata kembali aturan- aturan, sehingga stabilitas menjadi lebih sederhana tetapi lebih tegas, jelas, tidak ada diskriminasi dalam aturan penegakan hukum.
Dalam waktu dekat DKN akan berkerja sama dengan Menkopolhukam untuk membentuk tim monitoring dan evaluasi dari Inpres 04 dan 05 penanggulangan Ilegal Logging, mempunyai kewenangan penanggulangan ilegal loging di daerah-daerah, mengevaluasi salah satu instrumen terutam menkpolhukam dalam memperbaiki aparat penegakan hukum, kata Agus.


DKN Bentuk KPH
DKN akan membentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di semua kawasan hutan di Indonesia, baik KPH konservasi, produksi, maupun hutan lindung. Sementara yang sudah terbentuk KPH, Sulawesi Tenggara dan Jawa Tengah, sementara kalbar sendiri masih dalam proses di Sintang, karena yang bentuk KPH adalah pemerintah setempat, kata Agus.
Lanjut Agus, yang menjadi kepala KPH sendiri berasal dari rimbawan yang profesional memiliki sertifikasi lembaga sertifikasi profesi seperti yang diamanatkan Peraturan Pemerintah No 7.

Jadi ke depannya apa saja yang terjadi di kawasan hutan menjadi tanggungjawab KPH. Sementara tugas dari KPH sendiri, mengelola hutan rakyat, hutan lindung yang melibatkan peran masyarakat sekitar dalam penyusunan dan rencana program pelaksanaan.
Lanjutnya, KPH sendiri bekerja sama dengan lembaga di bidang sertifikasi kayu, sehingga kayu nantinya dihasilkan dari hutan rakyat bisa di jual ke seluruh dunia dengan harga tinggi.
Saat ini sejumlah hutan rakyat sudah di sertifikasi di Sulteng dan Jateng, dan rakyat memperoleh penghasilan paling kurang lima kali lipat dari penghasilan sebelumnya. “Tanpa disuruh pun rakyat akan tanam pohon, karena hasilnya jelas,” kata Agus.□

Tidak ada komentar: