Minggu, 27 Januari 2008

APBD Bahan Bakar Illegal Logging

Agus Wahyuni/Tantra
Borneo Tribune Pontianak

Riset LPS AIR, JARI dan TITIAN menemukan data di lapangan bahwa ada Rp 19,4 miliar dana APBD Kalbar di tiga dinas yang melaksanakan pembangunan fisik dengan perkiraan pembangunan fisik menggunakan bahan baku kayu yang tidak jelas.
“Berarti Rp 19,4 miliar dana APBD menjadi bahan bakar illegal logging,” ungkap Yuyun, aktivis Titian, Sabtu ( 29/12). Menurutnya harus ada monitoring penggunaan APBD yang berpotensi untuk pembelian kayu ilegal.
Katanya pemerintah harus membangun kebijakan pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu untuk pembangunan infrastruktur publik yang benar-benar berasal dari hasil kayu legal. Pemerintah juga mesti meningkatkan kepedulian terhadap standar legalitas kayu dan sistem verifikasi dalam proses pembangunan daerah.
“Pemerintah memiliki tugas mengidentifikasi potensi sumber bahan baku kayu legal untuk kebutuhan lokal. Langkah pembangunan hutan kemasyarakatan dalam bentuk HTR dan Hutan Desa harus segera dilakukan serta melakukan langkah mengembangkan skema perdagangan kayu legal tingkat lokal antara daerah surplus kayu dengan daerah minus,” ujarnya.
Lanjut Yuyun, di tingkat provinsi tidak punya kuku yang tajam untuk menekan kabupaten yang di bawahnya. “Sedangkan kita tidak mempunyai sustainable skema perkembangan. DPRD membentuk pansus tapi baru sebatas pemantauan.”
Yuyun menambahkan implikasinya pada titik yang paling rendah saat proses lelang kebijakan kontrapoduktif juga menjadi permasalahan.
Lanjut Yuyun, setiap pembangunan fisik yang dilakukan baik dari Bapedalda, Dinas Pendidikan, rumah sakit, dan lainnya disinyalir mendapatkan kayu dari perusahaan kecil. Jika ini terjadi, artinya tidak ada komitmen pemerintah dalam pemberantasan illegal logging
Sementara itu Kabid Perlindugan Dishut Provinsi Kalbar, Soenarno, mengakui belum terciptanya persamaan di daerah. Baik antara gubernur dan bupati, maupun Menkopulhukam.
Faktor yang mempengaruhi di antaranya sosial ekonomi, industri, geografis, trade. Areal open akses.
“Kondisi masyarakat sangat jauh dari memadai. Luas sektor kehutanan belum menyerap tenaga kerja secara keseluruhan. Kata kunci penegak hukum kasus illegal logging belum tertangani.”
Soenarno mengatakan, penanganan khususnya di Kalbar sangat lemah. Tumpang tindih antara pusat dan daerah. “Aktor intelektual susah ditangkap. Karena masyarakat biasanya pasang badan untuk melindungi aktor tersebut. Pol Airud lemah, PPNS lemas. Fungsi kepemerintahan praktis kegiatan pengawasan sangat minim. Pertimbangan ekologi sangat minimal, diharapkan 100 personil SPORC dapat menangani secara cepat,” kata Soenarno.

Soenarno mengharapkan peranan media. Katanya sangat diperlukan dalam penanganan kasus.
Dari data Dinas Kehutanan Kalbar pengungkapan kasus yang sudah ditangani dari tahun 2005 ada 19 kasus, 2006 120 kasus, sedangkan tahun 2007, 80 kasus. □

Tidak ada komentar: