Minggu, 27 Januari 2008

ABK Rindukan Keluarga

Agus Wahyuni
Boreno Tribune, Pontianak

Siang itu, sinar matahari terasa menyengat. Dua belas pria, pemuda dan setengah baya, duduk membentuk setengah lingkaran. Mereka sedang bercerita. Tentang masing-masing keluarga yang selalu menantikan kedatangan mereka. Mereka berkumpul bersama, pada satu atap di pengujung pekan, Sabtu (19/1).

Mereka adalah Suprianto, Amin, Hamzah, Ismail, Burhanudin, Marjan, Herman, Hamdi, Yudiansyah, Sopian, Nanang dan Sarman.

Kedua belas pria itu berasal dari desa Tolak, Kabupaten Kepatang. Mereka terbagi dua, nahkoda kapal dan ABK yang di tangkap dari sebuah operasi KRI TNI AL di Pulau Simpadi, Ketapang, karena tak bisa menunjukkan dokumen muatan dan izin berlayar. Dari operasi tersebut, enam kapal motor dengan barang bukti 40 kubik kayu ditangkap. Peristiwa itu terjadi pada 19 Oktober 2007.

Siang itu, seperti hari-hari yang lalu, Yudiansyah (40) sedang asyik berbincang-bincang bersama sebelas orang lainnya di Lanal Angkatan Laut, Jalan Kom Yos Soedarso. Sudah empat bulan ia menjalani proses seperti itu. Jadi, wajar saja, pihak keluarga mencemaskan keberadaan mereka. Terlebih lagi, mereka mendiami lokasi militer.

Baginya, keceriaan berkumpul dan berbincang dengan sesama pesakitan, sebagai pelengkap saja. Hanya itu yang bisa ia manfaatkan untuk mengisi hari-hari di Lanal. Bayang keluarga dan kerinduan selalu menyelimuti mereka.

Maklum saja, Yudiansyah kepala keluarga. Dia yang selama ini memberi nafkah bagi keluarga. Biaya susu maupun sekolah anaknya. Anaknya, Yulia Eka Putri, masih duduk di bangku kelas satu SD. Anak bungsunya, Aldi Saputra, baru berusia sembilan bulan. Begitu pun dengan kebutuhan dapur istri tercinta, Wiwi.

Tetapi, kegelisahaannya sedikit tertutupi. Untuk sementara ini, ia dan rekan lainnya mendapatkan upah. Masing-masing keluarga dikirimi uang sebesar Rp 200.000. Entahlah dari mana uang tersebut berasal, yang penting keluarganya bisa makan, kata Yudiansyah.
“Alhamdulillah, di sini kami tidak diperlakukan sebagai tahanan,” kata Yudiansyah.

Di Lanal, mereka diberi kebebasan. Selalu diizinkan keluar, bila hendak membeli sesuatu. Seperti membeli pulsa untuk menelepon keluarga di Ketapang. Di Lanal, mereka juga diberi makan tiga kali sehari, layaknya tamu. Untuk tidur, mereka harus tidur di kapal. Kalau masalah gigitan nyamuk, hal itu sudah biasa bagi mereka.

Marjan seprofesi dengannya menimpali. Biasanya menjelang sore, mereka diberikan fasilitas olahraga seperti bola voli dan bola kaki. Pagi harinya, beberapa dari mereka menyiram tanaman di sekeliling komplek AL. Hal itu mereka lakukan karena atas inisiatif sendiri. Kegiatan itu, mereka lakukan, untuk melepas rindu dengan keluarga di kampung halaman.

Yudiansyah dan Marjan, tertangkap karena saat itu, kedua kapal yang mereka bawa, menawarkan jasa angkutan kayu untuk dibawa ke Desa Tolak. Yudiansyah sendiri menceritakan, kapal tersebut bukan kapal pribadi. Melainkan kapal sewa. Perbulan ia membayar sebesar Rp 1,5 juta. Daya tampung kapal itu hanya 10 kubik.

Untuk satu perjalanan, dia memberi harga sebesar Rp 50.000. Untuk lokasi Desa Tolak ke Pulau Sempadi, membutuhkan waktu setengah jam saja. Biasanya, dalam satu hari, ia bisa melakukan dua sampai tiga perjalanan, bolak-balik.

Ia tak menyangka, nasib apes menimpanya. Apalagi, ia sama sekali tak tahu, aktivitas yang dilakukannya menyalahi aturan.

Mereka menyampaikan pada keluarga yang ditinggalkan, untuk sementara waktu jangan terlalu cemas. Ia dan rekan lainnya dalam keadaan sehat. Tidak ada penyiksaan atas dirinya. Justru sebaliknya. Mereka sekarang masih dalam perlindungan TNI AL.

Letkol (Laut) Taufik Harun, Danlanal mengatakan 12 awak kapal beserta Abk statusnya tersangka, tetapi bukan tahanan. Melainkan titipan saja. Tujuannya, hanya untuk menjaga barang bukti, baik kapal maupun muatan agar tidak hilang. “Selain itu, juga mereka diwajibkan merawat kapalnya sendiri,” kata Taufik.
Ditanya mengenai keadaan fisik, ia mengatakan, semuanya dalam keadaan baik dan sehat. Lanal sudah siapkan fasilitas kesehatan dan makanan. “Bahkan, rokok dan pakaian sekalipun kita berikan,” katanya.

Sekarang ini, berkas mereka sudah masuk di kejaksaan dan sedang menunggu P21. Sekarang sedang ditelaah. Jika sudah, mereka akan langsung disidangkan di pengadilan.

Sementara itu, Indra Pahlawan, kuasa hukum 12 tersangka, sengaja datang ke Pontianak, atas permintaan keluarga yang ditinggalkan. Kedatangannya, untuk mengecek keadaan nahkoda beserta ABK kapal.

Ia melihat semuanya dalam keadaan baik. Ia juga memaklumi, lamanya penanganan kasus, selain masih mentelaah di kejaksaan, juga disebabkan hari libur bersama beberapa waktu lalu.

Sekarang ini sudah ada titik terang. Berkas sudah ditelaah di kejaksaan. Tinggal diserahkan di pengadilan. “Kita akan perjuangkan nasib mereka, agar bisa bertemu lagi dengan keluarga yang menanti kedatangannya,” kata Indra.

Aku mulai meninggalkan Lanal. Sayup terdengar. Debur riak ombak seolah menggelar. Menanti kehadiran mereka. Pada sebuah keluarga, mereka bakal melabuhkan diri. Kembali mengisi berbagai riak gelombang yang bernama kehidupan.□

Tidak ada komentar: